Advertisement

Indonesia

Perihnya penyakit kulit langka tak surutkan semangat wanita ini raih magister dan besarkan empat anak

Tak lama setelah menikah, saat ia hamil muda, muncul bintil-bintil bernanah di sekujur tubuh Yuzlina Yaacob. Kepada CNA, ia kisahkan perjuangannya melawan psoriasis pustular generalisata – penyakit autoimun berkepanjangan yang memengaruhi kulit – sembari membesarkan empat anak dan meraih gelar magister.

Perihnya penyakit kulit langka tak surutkan semangat wanita ini raih magister dan besarkan empat anak
Didiagnosis mengidap penyakit kulit yang perih, tak bisa disembuhkan, dan kian parah selama kehamilan, Yuzlina Yaacob lewati berbagai cobaan untuk memiliki empat anak. (Foto: Yuzlina Yaacob)
02 Oct 2023 12:36PM

SINGAPURA: Yuzlina Yaacob bercita-cita punya keluarga besar. Usianya 26 tahun ketika ia menikah, dan sebulan kemudian ia hamil. Pada Oktober 2005, bulan kedua kehamilannya, Yuzlina didiagnosis menderita psoriasis pustular generalisata (generalised pustular psoriasis atau GPP), penyakit kulit langka yang tak dapat disembuhkan, sekaligus suatu gangguan autoimun.

Gejalanya pertama kali muncul berupa bintil-bintil perih berisi nanah, menutupi area selebar 4cm di paha kanannya. Satu lagi lantas muncul di tangan kanan.

"Itu adalah tahun pertama pernikahan, jadi saya berasa terlalu segan dan malu untuk memberitahu suami. Saya kunci pintu kamar saya dan coba merawatnya sendiri," tutur perempuan Malaysia yang kini tinggal di Kelantan tersebut.

Tampak seperti jerawat, pustula atau bintil-bintil itu ia pecahkan dengan jarum hingga mengeluarkan nanah berbau busuk, lalu ia olesi dengan salep tradisional.

Namun, beberapa hari kemudian, bintil-bintil itu muncul kembali – lebih besar dan lebih menyakitkan.

Yuzlina akhirnya memutuskan untuk memberi tahu suaminya, lalu ia pun berobat ke satu rumah sakit di Johor Bahru, tempat dia tinggal saat itu.

"Saya terpaksa mengalasi kasur saya dengan selimut besar pada waktu malam supaya nanah tidak mengotori seprai. Nanahnya sangat gatal dan menyakitkan sehingga saya menangis sepanjang waktu."

Dia didiagnosis menderita psoriasis pustular generalisata, gangguan kulit parah yang tidak menular; peradangan abnormal menyebabkan munculnya bintil-bintil di satu area yang luas di badan. Pada beberapa kasus, kondisi ini bisa memburuk selama kehamilan.

Khawatir obat oral akan memengaruhi janin, dokternya hanya meresepkan obat topikal seperti sampo dan krim obat.

Kondisi Yuzlina kian buruk seiring berjalannya kehamilan. Pustula menutupi seluruh tubuhnya, termasuk wajah, kulit kepala, telinga, bahkan bagian dalam hidungnya.

"Kepercayaan diri saya menurun, saya merasa tidak berguna dan sial," kata Yuzlina yang wajah dan tubuhnya sempat kerap dipenuhi bintil. (Foto: Yuzlina Yaacob)
"Seluruh badan saya seperti tongkol jagung yang dipenuhi dengan biji, dan penuh dengan nanah. Saya terpaksa mengalasi kasur saya dengan selimut besar pada waktu malam supaya nanah tidak mengotori seprai. Nanahnya sangat gatal dan menyakitkan sehingga saya menangis sepanjang waktu," kenangnya.

KENALI PSORIASIS PUSTULAR GENERALISATA (GENERALISED PUSTULAR PSORIASIS/GPP)

DEFINISI

GPP merupakan jenis psoriasis paling langka dan merupakan suatu gangguan autoimun. Beberapa area luas di kulit akan memerah dan memunculkan pustula atau bintil-bintil berisi nanah yang gatal dan menyakitkan. GPP tidak menular.

GEJALA

Bintil-bintil ini bisa meruak tiba-tiba, bertahan beberapa pekan, kemudian menghilang dengan sendirinya – sebagian atau seluruhnya. Bisa diiringi demam, gigil, sakit kepala, denyut nadi cepat, lemah otot, mual, kelelahan, dan nyeri sendi.

PENYEBAB

GPP terkait dengan mutasi genetik, dan dapat dipicu oleh penghentian steroid topikal, infeksi, stres, atau kehamilan. Biasanya memengaruhi orang dewasa, meski anak-anak juga bisa mengalaminya.

PENGOBATAN

GPP tidak dapat disembuhkan. Namun, dokter dapat meresepkan obat topikal, obat oral, dan fototerapi untuk mengendalikan gejala. Wanita hamil yang menderita GPP dipantau lebih ketat untuk memastikan keselamatan ibu dan janin.

Informasi ini diambil dari National Psoriasis Foundation di AS dan DermNet, sumber daya dermatologi di Selandia Baru.

Collapse

UJIAN BAGI PENGANTIN BARU

Setelah menerima diagnosisnya, Yuzlina merasa tidak mungkin terus bekerja. Ia mengundurkan diri dari posisi eksekutif pemasaran. Memasuki bulan ketiga kehamilan, keadaannya memburuk; untuk bangun dari tempat tidur saja ia kesulitan.

Sebagai satu-satunya penopang keluarga ini, suaminya menghidangkan makanan untuknya di tempat tidur serta mengambil alih berbagai tugas di rumah.

“Saya minta dia mencuci baju saya terpisah dengan baju dia. Tetapi katanya, tidak perlu, karena (GPP) tidak menular. Dia membasuh semua pakaian kami berbarengan,” ujarnya.

Yuzlina juga mengandalkan suaminya untuk mandi. “Dia membawa satu ember berisi air dan membantu saya mencuci rambut selagi saya berbaring di atas kasur. Dia tidak berasa takut kepada saya atau kikuk ketika melakukannya,” katanya. 

MELEWATI KEHAMILAN, MENJADI IBU

GPP jadikan kehamilan begitu sulit dilalui.

Berkali-kali Yuzlina terpaksa tidak menghadiri pemeriksaan kehamilan. Sesekali ia mampu, tetapi dengan bantuan kursi roda. "Saya tidak bisa berjalan kerana ada bintil-bintil di tapak kaki saya. Saya juga tidak boleh memakai sepatu dan hanya memakai sendal," katanya. 

“(Kondisi kulit saya) sangat buruk sehingga saya mengira saya akan mati," ujarnya.

Dua foto ini menampakkan kondisi tangan Yuzlina saat kulitnya dalam masa pemulihan. (Photo: Yuzlina Yaacob)

“Ketika saya tiba untuk pemeriksaan, perawat atau dokter akan terkejut dan takut ketika melihat keadaan saya. Mereka akan bertanya apa yang terjadi. Jadi saya terpaksa memberitahu mereka cerita yang sama berulang kali," kisahnya.

Yuzlina melahirkan bayinya pada usia kehamilan tujuh bulan, kemungkinan karena begitu besarnya beban pikiran, ujarnya. Bayi perempuannya berbobot 2kg.

Namun penyakit ini terus membayangi kebahagiaannya sebagai seorang ibu muda.

"Selepas bersalin, saya sedih tidak dapat menggendong bayi saya karena bintil-bintil yang menutupi lengan saya. Saya menyusuinya dengan meletakkannya di atas kasur dan mendekatkan badan saya ke arahnya," kenangnya.

HADAPI KONDISI KULIT YANG MENYAKITKAN

Setelah melahirkan, Yuzlina memulai pengobatan oral dan kondisinya membaik dalam dua bulan. Bintil-bintil mengecil dan terisolasi di beberapa bagian saja pada tubuhnya.

Dia belajar untuk hidup dengan GPP, dan pada tahun 2007, ia mendaftar di program purnawaktu magister manajemen sumber daya manusia di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) di Johor Bahru. Tak lama setelah mendaftar, dia hamil lagi.

"Saya terkejut dan khawatir gelombang serius psoriasis akan datang lagi. Saya bingung bagaimana saya dapat fokus dalam pelajaran di tengah masa kehamilan, membesarkan bayi, dan psoriasis," katanya.

Selama kehamilan kedua, Yuzlina melawan kondisi kulit yang menyakitkan sembari berjuang meraih gelar magister. (Foto: Yuzlina Yaacob)

Benar saja, kehamilannya memperburuk penyakitnya. Dia berhenti minum obat oral dan bintil-bintil menutupi seluruh tubuhnya, meski kali ini tidak muncul di wajahnya.

"(Sakitnya) gila. Di balik pakaian saya, saya memiliki banyak bintil yang gatal dan menyakitkan yang tidak diketahui orang. Saya berjalan seperti seekor penguin karena terdapat bintil pada tapak kaki. Apabila saya duduk, bintil-bintil itu kadang-kadang pecah dan mengotori pakaian saya," kisahnya, menambahkan bahwa dia mengenakan pakaian gelap tiap kali kuliah.

Meski demikian, Yuzlina gigih merawat kandungannya hingga sembilan bulan dan melahirkan bayi laki-laki yang sehat pada Februari 2008. Dua pekan kemudian, ia kembali ke kampus demi menyelesaikan kuliahnya.

MEMBANGUN KELUARGA LEBIH BESAR

Yuzlina pun paham bahwa kehamilan merupakan pemicu serius bagi GPP. Namun, harapannya tak pupus untuk memiliki anak lagi.

"Saya selalu menginginkan memiliki sebuah keluarga besar. Jadi saya berkata kepada diri sendiri bahwa saya akan mengatasi cobaan ini dan menjadi lebih kuat," tegasnya.

Pada tahun 2010, dia melahirkan putri keduanya, sekaligus kembali bekerja, yakni mengajar di UTM.

Malangnya, setahun kemudian, saat liburan keluarga di Indonesia, anak itu jatuh dari ketinggian 10 anak tangga dan meninggal dunia.

Duka tak terperi menyebabkan psoriasisnya kambuh. "Seluruh badan saya dipenuhi bintil dan saya tidak boleh berjalan. Saya ingin pergi ke pekuburan untuk melihatnya untuk kali terakhir sebelum dikebumikan, tetapi saya tidak dapat pergi," ujarnya berlinang air mata.

Butuh waktu lama bagi Yuzlina untuk menerima kehilangan itu. Namun, pada tahun 2015, dia melahirkan sepasang anak kembar perempuan.

Pada tahun 2015, Yuzlina melahirkan anak ketiga dan keempatnya – anak kembar perempuan yang kini berusia delapan tahun. (Foto: Yuzlina Yaacob)

Kemudian, pada Februari 2019, di usia 40 tahun, dia hamil kembar lagi, namun mengalami keguguran di usia kehamilan menuju lima bulan.

Ketika dia hamil lagi pada September tahun itu, dokter menyarankan agar Yuzlina menggugurkan kandungan. Menurut dokter, penyakit kulitnya, obat-obatan, serta keguguran sebelumnya dapat memengaruhi perkembangan bayi dan terlalu membebani kesehatannya.

Setelah diskusi yang pahit dengan keluarganya, Yuzlina mengikuti saran dokter. Ia pun menjalani prosedur tubektomi bilateral untuk menutup saluran peranakannya agar tak hamil lagi.

KELUARGA ADALAH SEGALANYA

Di usianya yang kini 44 tahun, Yuzlina bekerja paruh waktu sebagai agen real estate. Empat anaknya kini berusia 17, 15, dan 8 tahun. Meski telah belajar untuk hidup dengan psoriasis pustular generalisata, ia mengungkapkan kepada CNA Women bahwa perjalanannya sering kali terasa sunyi.

Yuzlina lampaui banyak rintangan demi membangun keluarga besar penuh kasih sayang dengan empat anak. (Foto: Yuzlina Yaacob)

Menurut Yuzlina, kondisinya memburuk tiap kali ia marah, sedih atau stres, atau ketika cuaca panas, sehingga dia sering tak bisa ikut kegiatan ramai seperti acara pernikahan.

"Walaupun saya selalu kuat dan positif, ada kalanya saya merasa sedih dan hanya ingin mengasingkan diri," tambahnya.

"Kadang-kadang … anak-anak yang kecil ingin memeluk saya, duduk dekat dengan saya, atau menyentuh lengan atau punggung saya, saya akan memberitahu mereka untuk tidak mendekati saya. Saya takut bintil-bintil saya akan pecah," ungkapnya.

Menurutnya, cinta, penerimaan dan pengertian dari keluarga begitu membantu dalam melewati masa-masa sulit.

"Kalau kambuh, saya ajak anak-anak berkumpul dan meminta mereka membantu mengolesi krim pada kulit saya. Mereka semua membantu dan tidak merasa jijik atau jengkel. Mereka bahkan menciumi bintil-bintil saya dan menyentuhnya dengan lembut. Walaupun saya sakit, saya gembira karena mereka peduli akan saya,” katanya.

"Generalised pustular psoriasis ini tidak dapat diprediksi – kondisinya bisa menjadi lebih baik atau lebih buruk. Saya harus menerimanya. Yang terpenting adalah dukungan dari keluarga," ujarnya.

Baca artikel ini dalam bahasa Inggris.

Source: CNA/da(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement