Harga mungkin salah satu pertimbangan sebelum membeli power bank. Adakah korelasi antara harga dan tingkat keamanannya? Talking Point CNA melakukan tes, dan hasilnya beragam.
SINGAPURA: Awal tahun ini, terjadi kebakaran di dalam pesawat Scoot Airline akibat power bank yang mengalami overheating sebelum lepas landas. Akibatnya, dua penumpang terluka.
Beberapa bulan kemudian, Talking Point mengadakan jajak pendapat di Instagram, melibatkan hampir 800 orang. Sepertiganya menganggap power bank atau bank daya boleh digunakan saat pesawat bergerak sebelum lepas landas atau setelah mendarat.
Ini keliru. Penumpang justru boleh menggunakannya hanya saat pesawat berada pada ketinggian jelajah.
Vincent Koh, kepala divisi barang berbahaya dari Civil Aviation Authority of Singapore, memaparkan alasannya: “Di ketinggian jelajah, awak kabin bisa hilir mudik di dalam kabin.
“Kalau ada kejadian terkait power bank, awak kabin … bisa mengatasinya sesegera mungkin.”
Dalam delapan tahun terakhir, dari sembilan insiden yang melibatkan baterai ion litium di pesawat yang dioperasikan oleh maskapai Singapura, lima di antaranya terkait power bank, ungkap Vincent.
Namun, power bank bisa berbahaya di mana saja, bukan hanya di pesawat. Di Singapura, tercatat ada 38 kebakaran yang terjadi akibat bank daya antara 2018 dan tahun lalu, menambah daftar panjang insiden global dengan power bank sebagai biangnya.
Dapat dibeli di toko lokal, pasar kaki lima, maupun secara daring, power bank hadir dalam aneka pilihan.
Harganya bervariasi, mulai dari S$10 (sekitar Rp112 ribu) untuk bank daya berkapasitas 20.000 mAh tanpa merek, hingga S$50 (di atas Rp550 ribu) untuk yang bermerek dengan kapasitas daya lebih kecil.
Bicara soal aman atau tidaknya sebuah power bank, kita harus memperbandingkan berbagai jenisnya. Selain itu, ketika dunia kian bergantung pada baterai isi ulang, masa depan seperti apa yang menanti kita?
Di Singapura, peraturan terkait bank daya portabel tercakup dalam Regulasi Perlindungan Konsumen (Persyaratan Keamanan Barang Jadi). Jadi, pemasok di Singapura harus memenuhi berbagai standar keamanan yang relevan sebelum menjual power bank di negara itu, termasuk secara daring.
Meski pengujian prapasar, sertifikasi, atau persetujuan dari Kantor Keamanan Produk Jadi tidak wajib, kantor ini melakukan pemeriksaan pascapasar guna memastikan standar keamanan.
Mereka yang tidak mengindahkan perintah untuk berhenti menjual power bank, atau yang tidak menginformasikan potensi bahaya perangkat kepada pengguna sesuai permintaan, dapat dikenai denda dan/atau hukuman penjara.
"Ketika Anda membeli secara online dari luar negeri — lewat Taobao atau (situs) serupa — Anda tidak memperoleh perlindungan semacam ini, karena itu sudah di luar wewenang pemerintah Singapura," ujar Andreas Hauser, kepala sistem penyimpanan energi di VDE Renewables Asia.
"(Bank daya) tidak dilarang untuk diimpor. Namun, bisa jadi Anda menerima sesuatu yang … mungkin sangat berbahaya."
Di Singapura, baterai ion litium pada power bank portabel harus sesuai standar keamanan nomor 62133-2 dari International Electrotechnical Commission (IEC). Andreas melihat sertifikasi ini tercantum pada kotak power bank di toko-toko.
Akan tetapi, ahli keselamatan ini mengingatkan: "Pihak manufaktur tidak selalu mencantumkannya. … Tidak ada persyaratan harus ada stiker pada perangkat."
Sebagai contoh, dua set power bank yang dibeli dari satu lokapasar daring dan satu situs web hadiah — dengan harga S$10 hingga S$15 — tidak memiliki label ini, sementara satu set power bank bermerek seharga S$50 yang dibeli Talking Point langsung dari toko memiliki label tersebut.
Untuk memastikan keamanan power bank, beberapa tes harus dilakukan. Andreas Hauser mendemonstrasikannya guna menunjukkan berbagai perbedaan pada ketiga perangkat tadi.
Pada uji tekanan casing, power bank dipanaskan dalam oven bersuhu 70 derajat Celsius untuk melihat apakah casing-nya "terbuka atau terjadi deformasi" hingga komponen internalnya terekspos. Ketiga perangkat lulus tes ini dan tetap berfungsi.
Ketiganya juga lulus uji arus pendek. "Perlindungan elektroniknya cukup baik," ujar Andreas, yang sudah menguji baterai selama 18 tahun.
Namun, tes-tes lain menunjukkan hasil yang berlainan.
Kelebihan pengisian daya, atau overcharging, merupakan salah satu faktor utama kebakaran. Pada tes selanjutnya, ketiga perangkat tersebut diberikan tegangan yang lebih tinggi dari biasanya. Dua dari perangkat tersebut mati, dan memang seharusnya demikian, ujar Andreas.
"Semua lulus (karena) dari perspektif keamanan, tidak boleh ada api, tidak boleh ada ledakan."
Namun, salah satu bank daya tanpa merek yang sertifikasinya pun tidak diketahui mengalami penggembungan baterai hingga casing aluminiumnya melengkung. Meski demikian, perangkat masih berfungsi, dan itu justru berbahaya, ujar Andreas.
"Pengguna biasa (mungkin berpikir) ini aman dipakai, padahal tidak," katanya. "Nantinya bisa meledak."
Meski demikian, power bank tersebut lulus tes overcharging karena tidak terbakar. "Tidak gagal, tapi jelas mengkhawatirkan," katanya.
Pada tes berikutnya, ketiga bank daya digetarkan dengan frekuensi "relatif tinggi." Lantas, salah satu perangkat yang murah dan status sertifikasinya tidak jelas pun dibuka, dan Andreas menemukan bahwa sel-sel baterainya hanya dipasang dengan lem.
Jika lemnya lepas, yang menurutnya mungkin saja terjadi, maka sel-sel baterai akan bergeser.
"Sel-sel ini bagian terberat dari power bank. Artinya ketika Anda berjalan, sedang di bus atau di mobil... ini goyang-goyang. Dan semua pergerakan ini mengakibatkan tekanan pada kabel," katanya.
"Akhirnya ini bisa copot... Kalau lagi apes, kabel bersentuhan dengan titik lain, dan terjadilah konslet. Lalu konslet ini menyebabkan panas berlebih, bahkan bisa terbakar."
Toh ketiga power bank tetap lulus uji getaran karena durasi tes dipersingkat. "Kalau kita lakukan 12 jam penuh, mungkin bakal gagal," kata Andreas.
Sebagai perbandingan, bank daya yang bermerek dan bersertifikat tidak menggunakan kabel, melainkan strip logam yang dilas agar tidak "mudah lepas," dan sel-sel baterai terpasang pas di dalam casing, jelasnya.
Pada tes terakhir, power bank dijatuhkan ke lantai baja dari ketinggian satu meter. Dari ketiga power bank, tidak ada yang sampai retak, tetapi yang berbahan aluminium "jadi agak renggang," kata Andreas.
"Apabila yang renggang ini “dimasukkan lagi ke saku, dan di situ ada kunci atau benda lain, akan konslet.”
Karena sirkuit internal terbuka, perangkat tersebut bermasalah, ujarnya. Perangkat ini gagal uji, sementara dua bank daya lainnya lulus.
Risiko terbakarnya power bank menjadi dasar aturan penggunaannya di pesawat. Sebagian besar responden Talking Point mengetahui adanya pembatasan jenis pengisi daya portabel yang boleh ikut dibawa di bagasi tenteng.
Sebagai contoh, penumpang tidak diperbolehkan membawa bank daya dengan kapasitas lebih dari 27.000mAh. "Makin besar kapasitasnya, … risiko dan dampak terbakarnya power bank akan makin besar," ungkap Vincent Koh, pakar barang-barang berbahaya.
Penumpang juga diwajibkan melindungi power bank dengan meletakkannya terpisah dalam kantong plastik atau tas pelindung nonkonduktif.
Vincent menyebutkan beberapa aturan lain. Misalnya, tidak boleh menggabungkan power bank dengan benda-benda logam seperti koin, kunci, dan peniti demi menghindari arus pendek. Selain itu, dilarang membawa power bank rusak ke dalam pesawat.
Namun, sepertiga responden keliru dengan mengira bahwa mereka harus menyertakan bank daya mereka dalam bagasi terdaftar.
"Power bank mengandung baterai litium. Dan baterai litium pada dasarnya mudah terbakar, ... terutama jika power bank-nya rusak atau tidak diproduksi sesuai standar keamanan," papar Vincent.
Apabila power bank dibawa serta ke dalam kabin pesawat, maka setidaknya awak pesawat bisa merespons jika terjadi insiden, jelasnya.
Untuk pertanyaan terakhir pada jajak pendapat — yakni tentang boleh atau tidaknya mengisi power bank dengan cara mencolokkannya ke sistem hiburan dalam pesawat — 59 persen responden mengatakan tidak.
Menurut Vincent, jawabannya adalah "tergantung." Pengisian power bank hanya boleh dilakukan dengan cara tadi saat pesawat berada pada ketinggian jelajah.
Dua ilmuwan di Singapura tengah mengembangkan sistem penyimpanan energi berbasis litium yang lebih aman, yakni dengan mendaur ulang botol plastik limbah menjadi elektrolit polimer untuk baterai.
“Kami ambil botol plastik untuk diubah jadi bahan yang lebih berharga daripada botol plastik itu sendiri,” ujar Jason Lim, wakil kepala divisi bahan lunak di Institute of Materials Research and Engineering (IMRE) di Agency for Science, Technology and Research.
Saat ini, elektrolit dalam baterai ion litium umumnya berbentuk cair, namun kedua ilmuwan ini berhasil menciptakan elektrolit polimer padat dari plastik polietilena tereftalat (PET).
Elektrolit cair mengandung karbonat yang “sangat mudah terbakar.” “Elektrolit kami … tidak mengandung karbonat,” ujar Derrick Fam, wakil kepala IMRE untuk komposit polimer. “(Jadi) tidak semudah itu terbakar.”
Lagi pula, elektrolit cair dibuat dari “bahan yang cukup mahal,” imbuhnya, sedangkan ongkos plastik botol “sangat kecil.” Oleh karenanya, produk potensial mereka ini “bisa jauh lebih murah.”
Namun, menurutnya, memperkenalkannya ke pasar “butuh waktu” mengingat prosesnya — “optimasinya, pembuatan elektrolitnya, sampai integrasi elektrolit ke dalam baterai.” Semua harus dilakukan sebelum tahap komersialisasi.
Ia belum bisa memastikan apakah semua itu bisa tercapai dalam lima tahun, yang jelas “tidak dalam waktu dekat.” Sementara itu, ia mengingatkan akan risiko membiarkan power bank terisi hingga overcharging.
Bagi calon pembeli, Steven Chia menyarankan agar memilih bank daya “dengan perlindungan yang diperlukan terhadap overcharging” agar tidak sampai terlalu panas.
Berdasarkan rangkaian tes yang telah dilakukan, menurutnya harga mencerminkan kualitas dan keamanan.
"Paling tidak harus cari yang labelnya jelas," ujarnya. "Dan kalau Anda tidak bisa menemukan (label standar keamanan) di kotaknya, Anda bisa kirim email ke pihak manufaktur kapan pun."
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini yang mengulas alasan mengapa ada orang yang kejam terhadap hewan.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.