You are here:
- Home
- Australia Day 2018
Moses Lo
Founder, Xendit
Moses Lo mendirikan Xendit, suatu start-up fintech berdomisili di Indonesia yang bergerak di bidang perbankan dengan layanan transfer dana antar bank berbiaya murah dan prosedur yang lebih mudah. Ia mendapatkan gagasan ini setelah melihat betapa besar temannya membayar biaya adminstrasi transfer antar bank.
Bagaimana Anda memulai bisnis Anda sekarang? Mengapa memilih jalur karir ini?
Saya lahir di keluarga wiraswasta. Kakek saya lolos dari wabah kelaparan di Cina lalu berhasil pergi ke Malaysia dan tanpa pendidikan apapun membangun bisnis dan membesarkan sembilan anak dan menyekolahkannya hingga universitas. Ayah saya lalu kuliah di Australia dan takdirnya membawanya ke dunia bisnis di Canberra. Ini yang mengubah masa depan keluarga saya. Di saat yang bersamaan, Ibu saya tetap gigih membesarkan anak-anaknya, dengan Bahasa Inggrisnya yang minim selalu menyemangati kami. Akhirnya saya terpilih untuk mewakili Australia lewat Model United Nations (program universitas yang memberikan mahasiswa forum untuk mengasah keahlian bernegosiasi, berpikir kritis, berbicara di depan publik, menulis dan meriset). Warisan tak ternilai ini menegaskan bahwa etika bekerja sudah ditanamkan orang tua saya sejak dini – ‘kami mungkin bukan yang paling pandai, tetapi kami akan bekerja lebih keras dari pada orang lain’. Pelajaran penting lainnya saya tumbuh di saat di mana semua hal seperti mudah dibajak: UAI, kompetisi, hackathons dan semuanya yang bisa dibajak selama kita paham aturan mainnya.
Saya berkuliah di Radford College, Canberra lalu melanjutkan ke University of New South Wales (UNSW), Sydney. Di Radford College saya berkesempatan mengembangkan bakat akademik di luar kemampuan otak saya. UNSW memberikan saya ruang untuk mengejar apapun mimpi saya, kegagalan saya dan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru. Selain berkuliah di sana saya juga berkuliah di New College di mana saya menemukan sahabat-sahabat terdekat saya hingga hari ini.
Apa yang membuat Anda berjibaku ke luar negeri dan kenapa Indonesia?
Sebagian besarnya karena petualangan, yang kemudian terpecah jadi pilihan pribadi dan bisnis. Secara pribadi, keluarga saya pun berasal dari Asia Tenggara yang bertetangga dengan Australia. Saya juga sangat mencintai makanan dan daerah wisatanya… tidak semua orang Australia mau bekerja di luar negeri mengembangkan pasar yang banyak tantangannya. Sifat saya memang umumnya mudah bahagia di mana saja, jadi saya sudah terbiasa menikmati kehidupan di daerah-daerah yang belum terjamah banyak orang. Dari sisi bisnis, Asia Tenggara mengandung berbagai peluang yang menarik – besar, muda dan masyarakatnya sangat melek teknologi, ini yang sering luput dan terlewat dari perhatian. Jika konteksnya adalah tanah, maka di sinilah daerah yang subur, cocok untuk menumbuhkan sesuatu yang baru.
Apa tantangan terbesar dalam membangun bisnis dan bagaimana cara Anda mengatasinya?
Kami perlu memahami arah bisnis kami dalam konteks dan cara berpikir pasar Indonesia. Tidak ada jalan lain selain dari mendalami dan meresapi kebudayaannya. Kami tidak punya rencana untuk mengubah atau menghakimi apa yang kami temui – kami memilih untuk beradaptasi dengan konteks lokal. Kami juga bertumpu pada talenta lokal yang kami pekerjakan dan memperbanyak silaturahmi dengan pembimbing yang bisa mengarahkan kami.
Apa hal favorit Anda saat tinggal dan bekerja di Indonesia?
Jika kita bicara dunia yang mapan, memang ada beberapa keterbatasan di sini. Tidak ada hal-hal yang harga mati dan semua seperti selalu berubah, seperti jalur kemacetan atau peraturan-peraturan. Bagi saya, perubahan yang konstan inilah yang menjadi peluang untuk menciptakan dunia baru. Sebagai generasi yang bisa menentukan masa depan industrinya sendiri, ini hal baik. Ini betul-betul kesempatan sekali seumur hidup yang tak bisa dilewatkan.
Apakah Anda terinspirasi oleh pencapaian tertentu dari ekspat Australia yang tinggal dan bekerja di luar negeri?
Para pendiri Atlassian (perusahaan software raksasa asal Australia) dulu satu angkatan dengan saya. Mereka mendapatkan beasiswa di UNSW dan hanya beberapa tahun lebih dahulu dari pada saya. Saya menjadi saksi perkembangan mereka. Awalnya hanya dikenal di antara teman-teman saja, kini mereka menjadi kesayangan dunia teknologi. Kegigihan dan kesuksesan mereka berasal dari akar yang sama dengan saya. Menginspirasi dan menjadi contoh bahwa orang seperti saya pun bisa mencapai hal yang sama.
Apa yang membuat Anda bangga menjadi orang Australia?
Sedikit demi sedikit, kami mengalahkan banyak sekali negara lain dalam berbagai bidang dan ini membuat saya sangat bangga. Saya bisa menjadi bagian dari warisan bangsa saya dan semoga saya bisa membawanya lebih jauh lagi. Kita sudah terlatih untuk peduli pada sesama di bidang kesehatan, kita punya pantai-pantai terindah di dunia, kebanyakan orang, bahkan imigran pun punya kemampuan untuk menikmati hidup. Rumah kedua saya sudah menjadi rumah saya yang sebenarnya, jauh sebelum saya menempatinya. Kita masyarakat yang secara umum sangat ramah. Kita bisa bergurau hingga lelah dan memaki sekasar pelaut, tapi saat bertanya ‘apa kabarmu?’, kita betul-betul ingin tahu kabarmu. Kita punya kapasitas lebih banyak untuk mendahulukan orang lain dari pada diri kita sendiri (kadang ini tidak baik) dan lebih pemaaf dari pada kebudayaan lain pada umumnya.
Tentang Xendit: Sejak pertengahan 2015 Xendit sudah memfokuskan bidang usahanya pada proses layanan transfer dana antar bank untuk keluarga, personal atau bidang usaha dengan prosedur yang lebih sederhana dan mudah dipahami – sangat otomatis dan real time. Secara singkat, Xendit menyimpan uang untuk pengguna dan bekerja sama dengan berbagai bank untuk mengalirkan dananya. Saat ini Xendit sedang menyiapkan produk-produk khusus Asia Tenggara dan memilih Indonesia sebagai basis usahanya karena cepatnya pertumbuhan e-commerce dan dunia daringnya.